Kurang dari sepekan atau tiga hari berturut-turut, Indonesia telah dihebohkan oleh aksi peretasan situs resmi perusahaan telekomunikasi dan lembaga pemerintahan. Pada Jumat 28 April 2017, situs resmi Telkomsel diretas hingga menghebohkan masyarakat.
Hacker meminta operator berpelat merah tersebut untuk menurunkan tarif internet dan menolak pemisahan kuota internet yang disertai bundling layanan. Aksi deface yang dilakukan oleh peretas berlangsung selama lebih dari 10 jam hingga benar-benar pulih.
Di hari yang sama, Telkomsel pun langsung mengadakan pertemuan pers. Mereka mengumumkan bahwa data pelanggan aman dari peretasan karena berada di server yang berbeda. Namun mengingat lambatnya pemulihan tersebut, pakar IT dari CISSReC, Pratama Persadha memperkirakan peretas bisa membobol server, tidak hanya melakukan deface.
"Perusahaan sebesar Telkomsel seharusnya mampu merespons hal ini secara lebih cepat. Minimal mengganti tampilan yang berhasil di-deface. Hal ini menunjukkan hacker benar-benar sudah masuk ke dalam server," ujar Pratama kala itu.
Sehari setelah peretasan Telkomsel, giliran subdomain milik Indosat Ooredoo yang dijaili oleh peretas. Hal itu tak lepas dari iklan nyinyir (sindiran) operator yang kini dikuasai oleh Qatar tersebut. Dalam aksi deface-nya, peretas menegur Indosat Ooredoo karena telah memanfaatkan kemalangan Telkomsel untuk mempromosikan diri.
Kemudian sehari berikutnya atau pada Minggu 30 April 2017, situs resmi milik Dinas Sosial DKI Jakarta juga diretas. Pelaku menagih janji dari DP 0% dari calon pasangan gubernur dan wakil gubernur. Meski hanya melakukan deface atau penggantian tampilan website, namun hal ini telah cukup menunjukkan adanya kerentanan di sistem keamanan.
Maka dari itu, beberapa pemangku kepentingan pun mengungkapkan pentingnya pembentukan Badan Siber Nasional sesegera mungkin. Berkaca dari kasus peretasan Telkomsel, Pratama meminta agar pemerintah segera mengesahkan pembentukan Badan Siber Nasional.
"Peristiwa semacam ini yang membuat Badan Siber Nasional (BCN) harus segera dibentuk oleh pemerintah. BCN ini bertugas memastikan dan membantu keamanan siber infrastruktur penting dan Telkomsel ini masuk dalam penyedia layanan komunikasi internet," ungkap Pratama.
Mengingat ancaman siber yang semakin marak, Ia meminta agar pemerintah segera mempercepat proses pembentukan Badan Siber Nasional guna melindungi keamanan data masyarakat, terlepas dari siapa pun nanti yang akan dipilih untuk bertanggung jawab.
Baru-baru ini, hal yang sama juga dilontarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara. Pria yang telah lama berkecimpung di industri telekomunikasi tersebut mengatakan bahwa adanya peretasan pada situs perusahaan besar, mengindikasikan bahwa Indonesia masih rentan untuk diretas.
Oleh karena itu, ia pun mendorong agar pembentukan Badan Siber Nasional harus segera direalisasikan. "Secara umum hal itu mengindikasikan bahwa Indonesia masih rentan. Oleh karena itu Badan Siber Nasional harus segera ada," ucapnya saat ditemui di gelaran World Press Freedom Day 2017, di Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Saat ini pembentukan Badan Siber Nasional sendiri kabarnya hanya menunggu pengesahan dari Presiden Joko Widodo. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan bahwa dasar hukum berupa Peraturan Presiden telah diajukan kepada Jokowi untuk ditandatangani.
"Perpresnya sudah kami siapkan dan sudah diajukan hari ini kepada Pak Presiden," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin 9 Januari 2017.
Kendati demikian dari pihak pemerintah sendiri meminta kepada perusahaan bisnis untuk memperkuat sistem keamanan jaringannya. Lebih lanjut, pelaku peretasan pun diminta agar kemampuan yang dimilikinya dapat dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat positif.
"Setiap pelaku bisnis tolong diperhatikan kembali sistem keamanannya, dan untuk teman-teman yang memiliki kemampuan (di ranah siber) agar tidak digunakan secara negatif tetapi positif," ungkap Dirjen APTIKA Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.
Sumber: Okezone
KOMENTAR